Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendidik harus memiliki produk yang baik oleh Dr. Joni, M.N, M.Pd, B.I

    
Guru adalah orang yang terdekat dengan peserta didik selain orang tua kandung mereka dan guru selalu berhadapan berdiri, duduk, dan orang yang selalu berkomunikasi dengan para peserta. Guru juga merupakan orang tua wali dari para peserta didik, karena dengan mereka waktu peserta didik tersebut banyak dipertemukan di samping yang pertama adalah dengan orang tua kandung peserta didik itu masing-masing. Guru selain sudah diserahi tanggung jawab untuk memberikan ilmu dan pengetahuan kepada para peserta didik, namun guru juga harus bertanggung jawab atas perkembangan moral atau akhlaq mereka, karena tugas guru bukan hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi fungsi guru lebih kepada mendidik yaitu sebagai pendidik. Pendidik harus dapat merobah tingkah laku pesertanya dari yang tidak baik mengarah menjadi baik, bukan hanya mengarah kepada intlektualitas peserta didik tersebut saja. Agar hal tersebut dapat tercapai dengan baik, dalam hal ini perlu adanya kerja sama yang baik dengan sesama pendidik, yaitu; orang tua kandung siswa dan orang tua wali di sekolah yaitu guru pihak kependidikan di sekolah tersebut, di Perguruan Tinggi yaitu Dosen PA.
 
    Tidak hanya guru TK dan SD saja yang diteladani oleh siswanya dan yang berjulukan sebagai pendidik, namun semua yang namanya guru harus jadi pendidik bagi para peserta didiknya, termasuk guru SMP dan SMA bahkan Dosen yaitu sebagai Pendidik di Perguruan Tinggi. Selain dari pada berprofesi sebagai pengajar mereka juga harus memberikan ketaladanan kepada para peserta didik mereka, karena ketaladanan merupakan salah satu cara untuk member contoh tentang etika. Hal Ini penting untuk ditegaskan karena sebagian orang menyangka keteladanan hanya pada satuan pendidikan TK dan SD saja. Memang benar penanaman etika dan kebiasaan siswa ada pada jenjang TK dan SD, namun tidak berarti setelah itu siswa dibiarkan tanpa ada teladan bagi mereka. Pendidik bukanlah Guru, namun kalau Pendidik sudah pasti guru. Mereka bukanlah hanya sebagai pelatih atau instruktur saja yang tidak menghiraukan pola sikap serta prilaku anak didiknya. Guru adalah profesi yang harus paripurna tentang kepemilikan ilmu dan etika atau moral. Guru belum berhasil menjadi pendidik apabila hanya memperhatikan kecerdasan intlektualitas saja.
 
    Pendidikan yang bermoral itu adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai Perguruan Tinggi (PT) yang bermoral. Di mana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik ke arah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, komitmen, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya. oleh karena itu, sebelum mereka lepas dari proses pendidikan perlu adanya penangan khusus tentang kecerdasan spritualitas mereka, karena, spritualitas lebih menyentuh ke hati bukan kepada otak, apabila hati seseorang peserta didik itu baik maka semua elemen yang ada dalam institusi tubuh manusia itu pasti akan baik.
 
    Berikut pendidikan yang lebih mengumatamakan intlektualitas bukan spritualitas, yaitu, produknya tidak mencerminkan orang yang berpendidikan walaupun mereka bergelar atau sudah melewati jenjang-jenjang pendidikan itu sendiri. Contoh saja masih kasus korupsi yang menjadi perbincangan pada saat ini, mereka adalah orang-orang berpendidikan tinggi dari S1 hingga profesor namun mereka tidak mau mengakui dan cenderung mengelak ketika kasus mereka mulai terbongkar, ini tidak mencerminkan sikap orang yang berpendidikan. Banyak pelajar yang masih terjebak dengan narkoba, tawuran dan hal-hal tidak bermoral yang lain padahal mereka adalah calon-calon penerus bangsa yang diharapkan mampu memajukan dan mensejahterakan negara ini.
 
    Semoga hal ini tidak terjadi di dunia pendidikan kita khususnya Negara Indonesia tercinta ini, kalaupun sudah terlanjur terjadi, solusinya adalah; isi hati dengan sesuatu yang baik dan kebaikan. Salah jalanya yaitu dengan bermoral dan beretika. Moral dan etika berdasarkan konsep agama selanjutnya dijalankan melalui pendekatan adat istiadat atau kesepakatan yang dibuat oleh suatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu, baik di sini adalah tidak merusak (dalam semua aspek). Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan standar akhlak bersifat universal dan abadi. Kesemuanya itu berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Hadits dan bagi yang non Islam hal ini sesuai menurut konsep-konsep kitab-kitab mereka masing-masing, karena yang tidak merusak itu adalah bernilai baik.

Ditulis oleh Joni MN, M.Pd, BI
* Urang Gayo
* Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Gajah Putih Takengon,
    Mahasiswa S-3 Pragmatik Universitas Negeri Surakarta (UNS) Solo
Kerenem ni Gayology
Kerenem ni Gayology Gayology merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang kegayoan

Posting Komentar untuk "Pendidik harus memiliki produk yang baik oleh Dr. Joni, M.N, M.Pd, B.I"