Potensi & perilaku konsumtif pada generasi muda oleh Radensyah
Manusia sebagai
makhluk ciptaan ALLAH S.W.T dibekali potensi dalam dirinya untuk menjalani
kehidupan. Manusia yang dengan ilmu pengetahuan terus mengasah potensinya
menjadi lebih baik akan bermanfaat bagi dirinya dan juga kepada orang lain.
Semakin tinggi nilai-nilai kebermanfaatan diri, maka akan semakin banyak pula
orang-orang merasakan manfaat tersebut dan inilah salah satu tujuan manusia
berada didunia ini. Pengembangan diri disamping sebagai usaha merealisasikan
rasa kompetitif dalam kebaikan juga sebagai salah satu jalan menghindari
perilaku konsumtif.
Perilaku konsumtif diartikan sebuah perilaku membeli dan menggunakan
barang yang tidak didasarkan pada pertimbangan yang rasional dan memiliki
kecenderungan untuk mengkonsumsi suatu tanpa batas dimana individu lebih
mementingkan faktor keinginan daripada kebutuhan serta ditandai oleh adanya
kehidupan mewah dan berlebihan, penggunaan segala hal yang paling mewah yang
memberikan kepuasan dan kenyamanan fisik (Triyaningsih, 2011, Jurnal Online Psikologi
vol. 2 no. 1 2014).
Sementara itu Ancok (1995: 60) menjelaskan
bahwa perilaku konsumtif adalah suatu dorongan dalam diri individu untuk
melakukan konsumsi tiada batas, di mana lebih mementingkan faktor emosional
dari pada faktor rasional atau lebih mementingkan keinginan dari pada
kebutuhan. Perilaku konsumtif ini terjadi karena seseorang tidak lagi membeli
barang yang benar-benar dibutuhkan, tetapi semata-mata hanya untuk mencoba
barang atau jasa yang sebenarnya tidak terlalu membutuhkan (Journal of social
and industrial psychology, 2014). Dari kedua defenisi diatas dapat disimpulkan
bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku seseorang yang mengikuti keinginan
dimana dilatarbelakangi oleh kurangnya pengendalian diri. Pengendalian dalam
hal ini adalah upaya untuk tidak mudah terpengaruh oleh kebiasaan-kebiasaan
orang atau kelompok yang mengutamakan pemakaian daripada kebermanfaatan.
Perilaku konsumtif dapat dikatakan pula sebagai hasil dari kurangnya
ilmu pengetahuan tentang penggunaan barang dan jasa yg efektif. Menurut KBBI
(kamus besar bahasa indonesia), konsumtif adalah bersifat konsumsi (hanya
memakai, tidak menghasilkan sendiri). ini berarti perilaku konsumtif adalah
suatu perilaku dimana lebih disibukkan terhadap aktivitas penggunaan barang
daripada berusaha untuk menghasilkan (produktif).
Perilaku konsumtif merupakan salah satu penyebab yang mempengaruhi
generasi muda sehingga kurang mengenali potensi dirinya. Dari hasil pengamatan
di lingkungan sosial dan didukung oleh informasi-informasi dari berbagai media
dapat dikatakan masih banyak generasi muda yang terjebak kedalam perilaku ini.
Tidak hanya pada masyarakat kalangan atas tetapi juga terdapat pada masyarakat
kelas menengah dan kelas bawah. Seperti yang terjadi pada siswa-siswi saat ini,
penggunaan gadget yang mewah (euporia), yang pada dasarnya seorang pelajar
tidak begitu membutuhkanya. contoh lainya ialah pembuatan makalah atau
tugas-tugas disekolah yang hanya dikerjakan dengan meniru hasil karya orang
lain dengan cara copy paste.
Akibat dari kebiasaan menyukai hal-hal yang praktis juga merupakan salah
satu faktor yang membuat seseorang menjadi berperilaku konsumtif. Dampak dari
perilaku konsumtif perlahan-lahan akan menghilangkan potensi diri, karena lebih
kepada banyak menggunakan, daripada menciptakan. Menggalakan perilaku konsumtif
sama saja artinya menghilangkan jati diri sendiri.
Perilaku konsumtif terhadap barang maupun pemikiran semakin lama semakin
meningkat, Ini dapat di minimalisir dengan memberikan pemahaman kepada generasi
muda atau peserta didik untuk menghargai apa yang ada disekitarnya sebagai
hasil budaya generasi terdahulu. Dengan melibatkan generasi muda terhadap
hal-hal yang ada disekitarnya sebagai konteks terdekat, ini dapat mengembangkan
potensi mereka karena mereka dapat “me-rekonstruksi” ilmu pengetahuan dimana
mereka berada.
Para generasi muda yang akan membawa perubahan dimasa akan datang
diharapkan mampu menjadi generasi yang bermanfaat, hal ini tentu tidak terlepas
dari bagaimana seseorang memahami potensi dalam dirinya. Lembaga pendidikan
sebagai wadah pembentukan generasi berperan penting dalam perkembangan perilaku
generasi muda. Para pendidik diharapkan mampu menanamkan nilai “kebermanfaatan
diri” kepada peserta didik yang dituangkan dalam materi pembelajaran. Berkenaan
mengenai pengembangan potensi dan kebermanfaatan diri dapat dipahami dari
defenisi pendidikan menurut UU sisdiknas, no.20 tahun 2003 bab 1, pasal 1, ayat
1 yang mengatakan, bahwa; “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Dari
defenisi ini dapat kita pahami bahwa pendidik bukan hanya mengembangkan potensi
siswa hanya untuk diri siswa tersebut, tetapi juga untuk orang lain. Bangsa
indonesia sebagai negara yang terdiri dari berbagai suku dan etnis ini menunggu
kehadiran generasi muda yang membawa manfaat terhadap kemajemukan indonesia itu
sendiri. Urgensi dari membimbing generasi muda menjadi generasi yang bermanfaat
adalah bagaimana pendidik menggali potensi yang beragam pada setiap anak didik.
Terkait kebermanfaatan, penulis buku “karikatur gayo” dan sebagai
mahasiswa yang sedang mendalami ilmu penggunaan media dalam pembelajaran, Idhar
Husin telah membuat sebuah desain kurikulum berbasis “manfaat” sekaligus
merekonstruksinya. Hasilnya lahirlah konsep-konsep dalam pembelajaran. Ini
merupakan langkah awal yang tepat dalam rangka mewujudkan generasi yang
bermanfaat.
Upaya untuk menghindarkan generasi muda dari perilaku konsumtif dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya ialah melalui pendidikan
nilai-nilai mukemel dalam kehidupan. Menurut M.Yunus Melalatoa, mukemel adalah
nilai utama dalam sistem nilai adat gayo. Dalam buku nilai-nilai pendidikan
islam dalam adat gayo, Mukemel merupakan nilai utama karena menyangkut harga
diri atau martabat diri yang menentukan kehidupan bermakna. Selanjutnya dalam
tesis Lafizan Ramadhan (2014), pengembangan nilai mukemel dalam pendidikan
(tarbiyah) disebut dengan Awareness of Mukemel dimana meliputi tentang hubungan
kemel-mukemel-bersikekemelen. Melalui pemahaman terhadap nilai-nilai Mukemel
ini diharapkan generasi muda mampu menghindari perilaku konsumtif dalam
berbagai bentuk. Kesadaran akan martabat dan harga diri perlu ditingkatkan sebagai
penentu kualitas kehidupan. dengan dilandasi rasa malu, generasi muda tidak
akan mudah terpengaruh mengikuti perkembangan budaya barat. Sifat ikut-ikutan,
berlebih-lebihan, suka terhadap hal yang praktis, ketergantungan kepada alat,
dan kebiasaan copy-paste akan dapat dihindari dengan menerapkan nilai-nilai
harga diri dan sikap kompetitif dalam kehidupan.
Membimbing generasi untuk menjadi generasi “mukemel” yang bermanfaat dan jauh dari sifat konsumtif adalah tanggung jawab kita semua. Salah satu cara untuk mewujudkanya adalah melalui pendidikan, yakni dengan melibatkan pendidikan nilai-nilai budaya. Dengan mengimplementasikan nilai-nilai budaya kedalam dunia pendidikan atau dalam belajar mengajar agar dapat mempreventif perilaku konsumtif. Pendidik harus memberi kesempatan, memfasilitasi dan membimbing peserta didik terkait potensi yang mereka miliki. Arahkan peserta didik untuk menemukan hal-hal yang baru yang kemudian itu dapat bermanfaat. Generasi muda kita membutuhkan pendidikan untuk menjadi kebermanfaatan diri agar mereka lebih bermanfaat untuk orang lain bukan dimanfaatkan oleh orang atau kelompok lain dan bukan merugikan orang lain.
Radensyah
Kata kunci ; perilaku Konsumtif , ikut-ikutan , generasi muda , potensi , koro cucuk , remaja ,manfaat
Posting Komentar untuk "Potensi & perilaku konsumtif pada generasi muda oleh Radensyah"