Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kajian berbahasa “Salah Paham” (abstraksi studi maksud diluar bahasa dan didalam bahasa) oleh Radensyah

           Manusia diciptakan ALLAH SWT dibekali dengan hati dan akal pikiran yang kemudian dengan itu ia dikategorikan sebagai manusia. Kita dapat merasa dengan hati dan dapat berfikir dengan akal atau integrasi keduanya berkaitan dengan pemaknaan terhadap sesuatu. Terdapat berbagai pemaknaan yang terjadi dalam kehidupan seseorang yang diambil dari berbagai macam konteks. Memaknai sesuatu merupakan bagian dari kehidupan yang dengan itu manusia dapat merefleksikan diri, sehingga memunculkan sikap dan tindakan yang baik, seperti bertingkah laku sopan, dan santun dalam berbicara.
            Proses memaknai juga terdapat dalam interaksi antar manusia, yakni pada komunikasi langsung dari penutur kepada mitra tutur. Dalam interaksi verbal yakni terkait pada dua reseptor yaitu telinga dan hati, sering ditemukan masalah yakni kesalahpahaman mitra tutur memaknai perkataan yang dituturkan oleh penutur. Sebenarnya jika diperbandingkan, kesalahpahaman lebih sering terjadi pada interaksi tidak langsung. Hal ini disebabkan oleh fungsi mata dan akal lebih dominan dari pada telinga dan hati. dalam komunikasi tidak langsung seperti sms, surat dan lain-lain seseorang tidak dapat merasakan intonasi dan gerak-gerik tubuh sehingga mengurangi nilai-nilai kesopan-santunan dan berpotensi timbulnya kesalahpahaman.
            Faktor-fakor pemicu timbulnya kesalahpahaman dalam interaksi langsung tentu sangat beragam, hal ini meliputi kehidupan manusia yang begitu dinamis. Salah satu faktor yang dapat dirincikan adalah kesalahan dalam menggunakan dan memahami bahasa dimana bentuk sebuah interaksi itu sedang terjadi. Timbulnya kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur dalam konteks berinteraksi dipengaruhi oleh bagaimana penutur dan mitra tutur memandang berbahasa ketika berinteraksi itu sendiri atau dalam berkomunikasi, berbicara, berdiskusi dan perihal penggunaan bahasa lisan lainya.
            Pada konteks “berinteraksi” mitra tutur maupun penutur sering menjadikan perkataan sebagai suatu bentuk yang tetap. Dalam hal ini, makna yang terdapat dalam keberlangsungan sebuah interaksi dipandang sebagai sesuatu yang terlahir dari sebuah perkataan. Dengan kata lain menjadikan perkataan menjadi pusat yang dari sisi internal perkataan tersebut diambil sebuah makna (real meaning). hal ini erat kaitanya dengan kajian leksikal. Contohnya seperti perkataan seorang penutur (A) : “dalam hidup ini kita harus berlaku sederhana. . . . . ” setelah mendengar perkatakan ini kemudian mitra tutur memaknai perkataan itu secara negatif karena yang menjadi acuan saat itu adalah background knowledge mitra tutur. Menurutnya (B) : “hidup tidak boleh sederhana, kita mesti bekerja keras untuk mendapatkan yang kita inginkan. . .”. tanggapan negatif semacam ini wajar saja terjadi, mungkin mitra tutur (B) disini adalah seorang pekerja keras, punya ambisi besar untuk mencapai tujuan yang hendak ia capai  yang dengan Keadaanya tersebut pada saat itu mempengaruhi pemahamanya.
            Dalam contoh interaksi diatas, ditinjau dari perspektif pragmatik mitra tutur tersebut cenderung memfokuskan pemaknaan terhadap “perkataan” sipenutur (language meaning), dengan mengabaikan keadaan diri si penutur (background knowledge). Akibat dari hal ini timbulah kesahpahaman. Perkataan “dalam hidup ini kita harus berlaku sederhana. . . . . ” yang dikatakan penutur bisa saja merupakan sebuah tanggapan atas pengamatanya terhadap kehidupan orang-orang kaya yang bermegah-megahan, dimana bermegah-megahan itu sering berujung pada pola kehidupan yang tidak baik.
            Salah paham dalam contoh yang diuraikan diatas terjadi akibat bahasa itu dipandang dari dalam dunai bahasa itu sendiri (internal bahasa). Istilah lain dari hal ini adalah tidak adanya pelibatan konteks. Proses pemaknaan hanya terjadi antara Mitra tutur dengan perkataan yang dikatakan penutur sehingga makna yang terlahir tidak sesuai dengan maksud si penutur. Pada prinsipnya, kajian ini lebih cenderung ditemui dalam studi linguistik struktural.
            Untuk menghindari kesalahpahaman dalam berinteraksi, sebaiknya mitra tutur memaknai perkataan dengan melibatkan eksistensi penutur, bukan hanya perkataanya. Hal ini telah disinggung oleh Kinayati secara interaktif dalam Bukunya Filsafat Bahasa (2007), dia menyatakan bahwa kita keliru bila menganggap kata-kata itu mempunyai makna. Maksud pernyataan ini adalah makna yang paling tepat itu berasal dari luar dunia perkataan, bukan makna baku yang dibawa perkataan tersebut. Fenomena ini mengarahkan kita pada pemahaman bahwa bahasa itu bukanlah sekedar alat komunikasi seperti yang dikemukakan Anderson (1972 : 35-36). Tetapi Bahasa itu meliputi konteks. Dalam kajian gayo pragmatik (2014) disebutkan bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi bahasa itu bersistem. Maksud bersistem disini ialah bahasa terkait erat dengan eksistensi penutur dan mitra tutur, hal ini meliputi setiap aspek kehidupan seseorang didalam bermasyarakat dan didalam kehidupan   berbudaya.

Radensyah, S.Pd
*Edukator di Yayasan Pendidikan Prima (YPP) pinangan
*anggota kerenem ni gayology

Kata kunci, bahasa , gayo pragmatik , makna , budaya , gayo
Kerenem ni Gayology
Kerenem ni Gayology Gayology merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang kegayoan

Posting Komentar untuk "Kajian berbahasa “Salah Paham” (abstraksi studi maksud diluar bahasa dan didalam bahasa) oleh Radensyah"