Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Manusia berpendidikan dan berbudaya oleh Dr. Joni, MN, M.Pd, B.I | SQ.D: 19/03/2021

SQ.D: 19/03/2021 - Mengkaji Diri         

MANUSIA BERPENDIDIKAN & BERBUDAYA

Proses mendidik yang tujuannya untuk menjadikan manusia yang bergelar manusia berpendidikan dan yang berbudaya tidak cukup hanya dicekoki dengan ilmu yang bersipat lahir saja. Jika hal ini terjadi, maka; terbentuklah manusia yang materialis semata, tetapi ilmu lahiriah harus dapat diimbangi dan sejalan dengan ilmu batiniah, agar manusia yang berpendidikan tersebut mampu menciptakan kebahagiaan yang berdasarkan nilai kebaikan.


    Proses pendidikan dapat memperoleh kehidupan yang stabil, terarah dan berperilaku mulia terhadap sesama kita juga dapat menata kebaikan di dalam beribadah. Penjelasan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani (2020: 33) dalam buku beliau yang berjudul "Sirrul Asrar" Menyatakan bahwa, Ilmu yang diturunkan kepada kita ada dua; (1) ilmu lahir, yakni ilmu Syari'at dan (2) ilmu batin, yakni ilmu makrifat, untuk jasad kita Allah SWT, memerintahkan dengan Syari'at dan untuk batin kita ilmu makrifat. Selanjutnya pernyataan beliau, yaitu agar menemukan ilmu hakikat, maka kedua ilmu tersebut harus dipadukan.

Jadi, jika tidak ada perpaduan kedua ilmu tersebut, maka ilmu yang dicari dan yang didapatkan tersebut tidak mencapai nilai ibadah, Al-Jailani (2020: 35) menegaskan bahwa ibadah yang sempurna itu harus dengan keduanya (Syari'at dan Makrifat).

Untuk mendapat hal tersebut tentunya harus melalui proses pendidikan. Jadi, pendidikan konteks ini sangat penting bagi kehidupan seseorang. Bukan hanya di masa sekarang atau masa depan, melainkan sepanjang waktu. Sebab sampai kapanpun seseorang akan senantiasa membutuhkan ilmu melalui pendidikan yang ia tempuh untuk menuntun kehidupannya kearah yang lebih baik serta agar diri lebih bermanfaat bagi yang lain.

Melalui proses pendidikan manusia yang Islam juga selaku manusia yang sudah terdidik dapat mengajarkan nilai moral, nilai agama, dan nilai kehidupan lainnya, untuk mencapai kebaikan dengan maksimal. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan.

Jadi, pada hakikatnya pendidikan itu adalah usaha sadar dan terencana manusia untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi spiritual keagamaan, yakni untuk pengendalian diri, membangun kepribadian yang baik, kecerdasan, berakhlak mulia, serta agar memiliki ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, sesuai seperti yang sudah dibahas oleh Achmad Munib, (2004: 142).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hakikat  Pendidikan sejalan dengan pemikiran Akhmad Sudradjat yang beliau tuangkan dalam tulisanya yang berjudul "Hakikat Pendidikan" Pada dua belas tahun yang lalu. Intinya beliau mengemukakan bahwa pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia yang berpikir bagaimana menjalani kehidupan dunia ini dalam rangka mempertahankan hidup dalam hidup dan penghidupan manusia yang mengemban tugas dari Sang Kholiq untuk beribadah.

Terkait pendidikan Kosasih Djahiri (1980 : 3) juga berpendapat bahwa Pendidikan adalah merupakan upaya yang terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) kearah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya (civilized).

Kemudian, ditegaskan oleh Tilaar (2000 : 16) pendidikan itu ada tiga hal yang perlu di kaji kembali dalam pendidikan. PERTAMA, pendidikan tidak dapat dibatasi hanya sebagai schooling belaka. KEDUA, pendidikan bukan hanya untuk mengembangkan intelegensi akademik peserta didik. KETIGA, pendidikan ternyata bukan hanya membuat manusia pintar tetapi yang lebih penting ialah manusia yang berbudaya dan menyadari hakikat tujuan penciptaannya.

Pendapat Tilaar tersebut di atas dikuatkan oleh Sindhunata (2000 : 14) yang menyatakan  bahwa tujuan pendidikan bukan hanya manusia yang terpelajar tetapi manusia yang berbudaya (educated and Civized human being).maksudnya dalam konteks ini manusia yang mengikuti proses pendidikan tidak hanya sekedar mendapatkan ilmu saja, tetapi lebih dari itu, yaitu mereka juga harus menjadi manusia yang berbudaya.

Manusia sebagai makhluk yang berbudaya adalah manusia yang yang hidupnya berlandaskan konsep agama dan adat sehingga menjadi manusia yang beradab, yakni manusia yang sudah menemukan hakikat dirinya sebagai manusia sejati, yang mana setiap gerak-geriknya sudah bernilai ibadah. Hal tersebut tidak lain adalah makhluk yang senantiasa mendayagunakan hati dan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, hidup nagi diri dan orang lain, karena yang membahagiakan hidup manusia itu hakikatnya adalah sesuatu yang bernilai baik, benar dan adil, maka hanya manusia yang berpendidikan yang mampu berusaha untuk menciptakan kebaikan, kebenaran, kenyamanan, kedamaian dan keadilan dalam lingkungan dunianya.

Jadi, manusia yang berpendidikan adalah manusia yang bermanfaat untuk yang lain dan manusia yang sikap dan perilakunya harus bernilai ibadah, sehingga tindakannya selalu bernilai baik, yakni yang  dapat membangun kenyamanan, kedaimaian dan keadilan serta membangun keharmunisasian hidup bersama. Manusia-manusia semacam inilah yang berhak menyandang gelar manusia yang berpendidikan dan berbudaya.

 

*Penulis adalah Direktur Dayah As-Sirajy Takengon Aceh Tengah

Kerenem ni Gayology
Kerenem ni Gayology Gayology merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang kegayoan

Posting Komentar untuk "Manusia berpendidikan dan berbudaya oleh Dr. Joni, MN, M.Pd, B.I | SQ.D: 19/03/2021 "