OO / BE: LATAH SOSIAL oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I
OO ini, saat ini sering ditemui pada media-media, film atau sinetron, menulis, mengkaji, model pangkas rambut, gaya hidup, model dan warna pakaian, gaya berbicara, penggunaan kata-kata dan lain-lainnya, tetapi kebanyakan sipat OO yang ditiru tersebut banyak yang merusak dan bersipat tidak tau diri, yakni mereka sudah OO (Onung-Onung kusi kesip kone Manung) selanjutnya mereka menghina, menghujat, merusak dan menyatakan yang dia ikuti itu tidak inilah dan tidak itulah. Inilah penyakit OO-Manung, yakni kebiasaan amuba melahirkan anak dengan cara membelah diri dan akhirnya induknya mati.
Terkait dengan kebiasaan OO (Onung-Onung) ada suatu pernyataan yang dilansir dari dok. CNN Indonesia (27 April 2020) menjelaskan bahwa B.E (Bandwagon Effect) ini tidak cuma berlaku dan digunakan pada fenomena politik, tapi juga terdapat pada fenomena lainnya seperti tren fashion, beauty, tourism, hingga berdampak ke perilaku bermedia-sosial.
Jadi kebiasaan OO persis sama dengan BE, yakni kebiasaan orang tang suka ikut-ikutan dalam semua aspek kehidupan, namun hal ini cendrung lebih mengarah kepada merusak dan negatif lainnya. Dapat disimpulkan dari penjelasan dan fenomena-fenomena yang terjadi saat ini, maka OO atau BE adalah suatu penyakit sosial , yakni "latah sosial".
OO atau BE yang masuk penyakit Latah Sosial sebenarnya lumrah-lumrah saja asalkan masih bernilai positif dan tidak bersipat merusak, namun, terkadang yang OO atau BE ini tidak cukup jeli dan tidak cukup kritis dalam menilai apakah sesuatu yang diikuti itu tidak berdampak merusak atau apakah bernilai positif atau negatif (norak, merusak, dan lainnya), ini yang tidak ada penyaringan bahkan tidak dipikirkan karena si OO itu cenderung ingin ikut-ikutan apa yang dilakukan banyak orang, hanya ingin diakui dan biar kelihatan kren, hebat dan wah, padahal jika dikaji-kaji banyak hal yang diikuti itu tidak relevan, tidak sesuai dan belum waktunya bagi si tukang ikut-ikut tersebut.
OO atau BE ini lebih banyak bernilai negatif daripada positifnya, OO atau BB selain membentuk perilaku Latah Sosial (LS) sangat berdampak pada matinyanya inovasi dan terkadang sampai tidak ada kreatifitas indevidunya. Selanjutnya, masing-masing kita diharuskan agar bisa lebih kritis lagi dalam menilai sesuatu yang mana layak diikuti dan mana yang sebaiknya dihindari. Hindari perilaku Amuba (manung yang duka ikut-ikut kesip) dan endingnya membelah diri serta mati.
Dr. Joni MN. M.Pd, B.I
Peneliti Budaya Gayo
Pendiri Yayasan Pendidikan Prima Takengon
Posting Komentar untuk "OO / BE: LATAH SOSIAL oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I"