Generasi Betona oleh Radensyah
Betona berasal dari bahasa gayo yang kata dasarnya tona. Betona
dapat dimaknai secara sederhana yakni terbimbing. Namun demikian, Untuk dapat
memahami makna serta maksud kata betona ini lebih jelas dan dalam rangka
menjaga keaslian maknanya perlu dipahami secara mendalam terkait dari mana
bahasa itu berasal. Penggunaan kata ini
apabila ditinjau dari fungsinya dalam interaksi sosial sehari-hari masyarakat
gayo secara umum maknanya ialah adanya usaha yang baik untuk tujuan yang baik
pula. Salah satu Indikasi kata betona bermakna untuk mencapai tujuan yang baik
adalah terdapat kesamaan tujuan makna antara betona dengan bepapah. Untuk lebih
tepatnnya, kita dapat merujuk kepada
peri mestike masyarakat gayo yang menunjang untuk saling berbuat baik
yakni "...benar bepapah".
Dalam peri mestike ini, tergambar jelas, untuk hal-hal positif (kebaikan dunia
dan akhirat), antara individu yang satu dengan yang lain saling mendukung
dengan mengutamakan ahlak untuk mencapai tujuan bersama yaitu kebaikan. Disini
sudah tergambar bahwa tujuan akhir dari maksud betona dan bepapah adalah
mencapai kebaikan.
Dalam
pembahasan ini, terkait pendidikan dari orang tua kepada anaknya penggunaan
kata betona lebih berkenaan dan lebih tepat. Hal ini berkaitan dengan proses
memberi pengetahuan kepada generasi dengan cara membimbingnya.. Dalam
aplikasinya, Betona dapat digambarkan seperti mengarahkan, dari belum terarah
(simpang-siur) menjadi terarah. Pemahaman, dari belum paham menjadi paham dan sebagainya.
Hal ini merupakan prinsip dasar dari betona. Karena kajian ini mengarah kepada
objek maka prinsipnya berubah pula mengikuti keadaan generasi sebagaimana yang
ada pada konteks nyata. Berangkat dari pemahaman ini, Maka dapat dikatakan
maksud betona adalah menuntun generasi dari berperilaku buruk menjadi
berperilaku baik, menuntut generasi yang menyandang status konsumtif menjadi produktif. Menuntun
generasi yang memiliki sifat "koro
cucuk=kerbau yang hidungya diikat tali" menjadi generasi yang "mu pendirin=berprinsip". Intinya
menuntun generasi yang menjauh dari agama menjadi generasi yang semakin dekat
dengan agama (berkeyakinan), Dari generasi yang tidak berbudaya menjadi
generasi yang berbudaya.
Betona
berarti menjaga generasi agar tetap dijalan yang baik dan benar. Realisasinya
terlihat jelas pada Hubungan keluarga antara para orang tua dengan
anak-anaknya. Orang tua sebagai guru harus memiliki sifat membimbing, dan
meninggalkan paradigma suruh-menyuruh.
Sebuah kesalahan patal dalam mendidik anak yang masih dalam tahap dasar
mengandalkan paradigma suruh menyuruh. Anak butuh bimbingan, suruhan tidak
cukup untuk membuat anak pandai. Dengan betona, proses pendidikan akan lebih
komplit. Misal, mendidik anak dalam bidang ahlak, bila anak bingung seperti apa
ahlak yang baik mereka dapat melihat tingkah laku orang tuanya. Anak dapat
merasa,melihat dengan mata, mendengar dengan telinga karena dia betona, bukan
disuruh. Dengan betona, bila ada sesuatu yang belum dapat dipahami anak, ia
dapat langsung bertanya, karena si pendidik berada disampingnya.
Pendidikan
dalam ruang lingkup keluarga merupakan pendidikan yang utama bagi anak, para
orang tua dapat berperan lebih maksimal dalam membimbing anak-anak mereka.
Dalam hal ini bukan berati peran pendidikan di sekolah menjadi tidak penting,
pendidikan diselokah juga sangat dibutuhkan.
namun disamping itu pendidikan dalam keluarga harus tetap berperan.
Terkait eksistensi keluarga dalam mendidik NABI S.A.W bersabda,
"janganlah
engkau jadikan rumah-rumahmu sebagai kuburan" (H.R Abu Daud)
dapat
dibayangkan, bila tidak terdapat aktivitas belajar mengajar di dalam sebuah
keluarga maka ketidaktahuan pun akan menghampiri anak-anak selaku generasi
didalam keluarga tersebut.
* Iserahen Ku Guru merupakan bagian
dari Betona
Dalam
mendidik anak, kerja sama antara orang tua dirumah dengan guru disekolah sangat
dibutuhkan. Dengan adanya kerja sama yang baik proses membimbing anak akan
menjadi lebih mudah. Masyarakat gayo mengaplikasikan hal ini dengan cara
mengadakan kegiatan yang disebut dengan iserahen ku guru. Dalam bukunya, Awan
Mahmud Ibrahim menulis "Iserahen ku guru artinya orang tua menyerahkan
anaknya kepada guru untuk dididik... " (Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam
Adat Gayo, hal. 106). Disini, Hal yang perlu digaris bawahi ialah, meskipun
orang tua menyerahkan anaknya kepada pendidik, bukan berarti tanggung jawab
orang tua dirumah selaku pendidik hilang begitu saja. Orang tua dalam keluarga
harus tetap berperan merealisasikan eksistensi sebagai pendidik dalam keluarganya.
Hal ini sesuai dengan yang jelaskan kembali dalam buku nilai-nilai pendidikan
islam dan adat gayo yakni " adat gayo menentukan bahwa iserahen ku guru
bukan berarti orang tua melepaskan tanggung jawab untuk mendidik mereka, tetapi
untuk mempererat dan lebih mengharmonisasikan hubungan kerjasama antara orang
tua dan guru atau antara keluarga dan sekolah, guru atau sekolah bersifat
asistensi (bantuan) terhadap orang tua atau keluarga dalam mendidik anak".
(hal.117)
Di gayo,
peran keluarga dalam mendidik sangat diutamakan, ini ditandai dari peri
mestikenya yakni " anak-ku anak-mu, anak-mu anak-ku ".
Salah satu
makna peri mestike diatas adalah adanya ruang lingkup pendidikan keluarga yang
meluas, jelasnya, setiap orang tua yang berada dalam sebuah kampung(sekampung
atau bertetangga) punya wewenang untuk mendidik seluruh anak-anak dalam kampung
tersebut. Demikian pula anak, setiap anak-anak yang ada dalam kampung tersebut
dapat menerima pendidikan dari seluruh orang tua yang berada dalam kampung
tersebut. Dalam aplikasinya batasan pendidikan disini tidaklah hanya sebatas
dalam kampung. Akan tetapi lebih dari itu yakni sudah keharusan manusia untuk
saling berbagi ilmu pengetahuan atau nasehat-menasehati antar sesama insan.
Dalam
kaitanya dengan betona, para orang tua memang telah dibebani tugas untuk terus
membimbing anak-anak mereka menuju kebaikan. memastikan anak untuk tetap teguh
dalam pendirian (keyakinan) merupakan tanggung jawab besar orang tua. Apabila
anak atau dalam hal ini generasi tidak betona, berarti mereka tidak dibimbing.
Generasi seperti ini dapat dikatakan generasi yang kehilangan arah karena tidak
ada yang mengarahkanya. Dalam bahasa gayo, generasi seperti ini sering disebut
dengan generasi " luah jaluh ".
Betona bukan
berarti membatasi kegiatan anak dalam beraktivitas. Anak terus dapat
mengembangkan kemampuanya, sesuai keinginanya sendiri. betona mendukung untuk
kebaikan, bukan menghilangkan bakat. Dengan betona, orang tua akan terus dapat
mengisi nilai-nilai agama kedalam jiwa anak-anak meraka. agar para generasi
terus dapat menjunjung tinggi nilai spiritualitas serta senantiasa berahlak
mulia.
Mendidik
Generasi merupakan tanggung jawab kita bersama. Mari terus dekat dengan para
pencari ilmu pengetahuan dan bimbing mereka untuk menemukan jalan yang lurus,
jalan yang baik. Betona bukan hanya urusan mengembangkan potensi anak untuk
berpikir, tapi dibimbing agar meraka dapat merasa. yang dibimbing disini
bukanlah hanya sekedar fisik atau raga, akan tetapi pada hakikatnya yang
dibimbing adalah jiwanya. Mari persiapkan mental para generasi muda untuk
menghadapi masa masa yang akan datang. Beri pemahaman yang baik agar para
generasi menjadi generasi yang beragama dan berbudaya. Semoga dalam menjalani
sisa sisa umur ini, kita tidak meninggalkan para generasi yang
"Durhaka".
Rime Raya,
2013
Radensyah, Anggota team gayology
Pinangen.
kata kunci ; pendidikan , iserahen kuguru , gayo , betona , gayology , sekolah , edet gayo
kata kunci ; pendidikan , iserahen kuguru , gayo , betona , gayology , sekolah , edet gayo
Posting Komentar untuk "Generasi Betona oleh Radensyah"