Berucap ” Peri Berabun “ oleh Radensyah
Bersyukur kita Kepada ALLAH S.W.T yang maha mendengar. Sebuah
nikmat yang amat besar yang diberikan oleh ALLAH S.W.T kepada kita selalu
hamba, sampai saat ini kita masih dapat bersama menuntut ilmu, berbagi
pengetahuan baik secara lisan dan tulisan. Kemampuan kita berucap serta tangan
untuk menulis inipun semata mata datang dari ALLAH S.W.T yang maha agung.
Kelak, hanya kepada-NYA lah kita kembali dengan membawa pertanggungjawaban atas
apa yang telah kita lakukan. Baik itu dari yang kita ucapkan maupun yang kita
perbuat.
Berhati hatilah, kemampuan berbahasa yang tidak dilandasi dengan
ahlak antar sesama berpeluang menjadikan diri sebagai pembicara yang tidak
santun. Dalam diskusi ataupun perbincangan, acap kali ditemui perkataan emosi
yang berhamburan menghiasi perbincangan dalam sebuah musyawarah, hingga tak
lagi itu disebut sebagai sebuah musyawarah. Terlihat yang mahir membolak
balikan kata terus menyerang mitra tuturnya yang lain sampai para pendengar
merasa tidak nyaman. Komunikasi yang demikian terus terjadi sampai Tak lagi ada
realisasi ahlak satu sama lain, Si pembicara terus berbicara penuh emosi, si
pendengar terus mendengar menelan sakit hati. Inilah salah satu kemampuan
iblis, masuk ke tengah tengah perbincangan dengan menebar benih benih emosi
dalam pembicaraan, hingga barang siapa yang telah terperdaya akan menjadi
seorang pembicara yang memiliki potensi untuk menyakiti para pendengarnya.
Disaat saat seperti ini betapa agungnya orang orang diam yang
berilmu, meskipun tak mahir dalam merangkai kata, Tetapi pandai dalam menyaring
perkataan, merenung atas apa yang baik untuk diucapkan dan apakah layak untuk
di dengar. Diskusi yang baik perlu adanya pemikiran mendalam. Berbicara Bukan
hanya berfikir untuk merangkai kata kata yang tepat, tapi merasa apakah
perkataan itu layak untuk didengar. Dalam diskusi bukan saling melontarkan
pendapat kesana kemari tanpa titik koma, tapi perlu diadakan ruang untuk
berfikir, merenungi, agar dapat dibubuh ahlak disana, agar terdapat etika, agar
terdapat tutur, agar ada nilai kesantunan, perlu sabar, berpikir sebelum
berbicara agar semua menjadi baik. Tegas itu perlu tapi hendaknya berbeda yang
mana tegas yang mana emosi.
Setiap pendengar memahami mana perkataan baik dan mana perkataan buruk karena
mereka punya jiwa, manusia membutuhkan perlakuan yang baik dan jangan
dihinakan. Yang mendengarkan ucapan kita adalah manusia, bukan hewan. Atau
tepatnya hewanpun membutuhkan perlakuan yang baik, apalagi manusia...
Salah
Betegah, Benar Bepapah..
Kata
kunci; ucapan , berbicara , bahasa , berbahasa , santun , gayo , perkataan ,
Posting Komentar untuk "Berucap ” Peri Berabun “ oleh Radensyah"