Rasa menjadi Nihilisme - Perspektif Filsafat Firasat oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I
Gara-gara faham positivisme dan positivisme logis, idealisme, materialisme historis, intuisionisme, eksistensialisme, apa yang telah dirasakan (walau pun menyakitkan atau tidak) saat ini sifat itu menjadi Nihilisme.
Semua permasalahan yang terkait rasa diselesaikan dan ditempuh penyelesaiannya dengan menggunakan faham eksistensialisme dan positivisme logis. Jadi, aktualisasi tentang apa yang dirasakan sudah dianggap tidak lagi menjadi suatu kebenaran lagi atau nihilisme.
Faktanya sudah jelas tapi masih ditutupi juga karena pandainya bersilat lidah sakitnya dipercaya kemudian itu yang masih didukung, jelas-jelas faktanya sudah berbuat dosa dan menyakitkan hati serta sudah melukai perasaan orang-orang, sampai-sampai orang yang sasarannya tersebut sudah dianggap seperti tidak memiliki harga diri lagi. Padahal orang yang sasarannya itu semua sudah tua-tua dan malah ada yang anak-anaknya pun sudah gadis dan lebih-lebih mereka itu orang bersekolah, tetapi dianggap seperti orang dari tuyuh ni uluh so (dari bawah bambu).
Fakta dan data terlukanya perasaan serta sakitnya hati sudah berbentuk wujud merasa sudah tidak ada harga diri lagi, tetapi tidak juga difahami malah seolah-seolah dianggap hal tindakan mereka itu tidak benar, den bernilai deskriminasi. Ini berkemungkinan karena cara melihatnya lebih banyak menggunakan sudut pandang faham eksistensialisme dan positivisme logis akhirnya semuanya menjadi tidak benar dan nihilisme, walaupun orang sasarannya tersebut sudah tersakiti hingga menjadi sakit.
Yang sangat menyedihkan saat ini hilangnya keadilan akibat pandainya bersilat lidah dan adanya oporan, sehingga orang-orang terkorbankan perasaan dan terlukanya hati mereka tidak ada belaan malah sebaliknya dianggap mengada-ada dan mendeskriminasi akibat tidak adanya bukti. Akhirnya tujuan yang baik dengan target membesarkan ternodai akibat keniscayaan nihilisme.
"Siapapun kita; laki-laki atau perempuan, tua maupun muda, kaya ataupun miskin pasti memiliki fitrah dan naluri insaniyah yang sama, yaitu tidak suka dan benci terhadap hal-hal yang menyakiti hati dan perasaan kita. Saat melakukan kesalahan-pun kita tidak suka bila disakiti atau dicaci, apalagi jika kita dalam posisi benar ( Haq )." Oleh karenanya jangan salah melakukan pendekatan ketika menyekesaikan kebencian, kekecewaan, sakit hati dan perasaan.
"Barangsiapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya kami rasakan kepadanya azab yang besar." (QS Al-Furqan : 19).
Dikutip dari buku Ad-Daa wad Dawaa karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, yakni sebagai berikut:
Rasulullah Bersabda "Sesungguhnya, jika manusia melihat orang zalim, lantas tidak mencegahnya (dalam lafazh lain disebutkan: Jika mereka melihat kemunkaran lantas tidak mengubahnya), maka hampir-hampir Allah menimpakan azab secara menyeluruh kepada mereka".
ditulis oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I
Ketua STIT Al-Washliyah Takengon
Posting Komentar untuk "Rasa menjadi Nihilisme - Perspektif Filsafat Firasat oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I"