Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENCAPAI KEBAHAGIAAN HIDUP Oleh Dr. Joni MN, M.Pd., B.I.

MENCAPAI KEBAHAGIAAN HIDUP
Oleh Dr. Joni MN, M.Pd., B.I.
Dosen Pascasarjana Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung – Jawa Tengah

 Hidup yang dihidupkan tidak hanya sekedar untuk hidup dan makan saja di atas bumi ini. Hidup juga tidak sekedar mencapai hasrat dan keinginan semata, karena Hasrat dan keinginan itu tidak pernah ada rasa puasnya, dan semakin diikuti atau menurut Hasrat dan keinginan semakin kurang rasanya. Begitu juga dengan hasrat hewani yang sudah menjadi bahagian diri manusia itu, jika ini terus diikuti, maka yang terjadi keserakahan, keributan, adanya rasa hasrat menguasai bertambah berkobar-kobar. Hasrat jin, juga ada mengambil bahagian di dalam diri manusia, yakni adanya hasrat untuk mengadu domba, menghasut, memprovokator, iri, dengki, syirik, dan lainnya. Hasrat malaekat juga melekat dalam diri manusia tersebut.

 Dengan eksistensi manusia semacam ini, yang tidak boleh dilupakan adalah tujuan dan makna mengapa kita harus ada di dunia ini, sebenarnya untuk apa dan bagaimana cara menjalaninya, agar hasrat-hasrat tersebut tidak mengungguli diri manusia itu sendiri. Jika hal tersebut dapat tercover dan teratasi, maka manusia itu akan dapat mencapai tujuan hidup mereka sesuai dengan yang dipesankan oleh sang Penciptanya yang sesuai dengan hakikat manusia itu sendiri.

 Berangkat dari pengalaman dan hasil-hasil diskusi bersama semasih kami berdomisili di Gayo Aceh Tengah, diskusi di Gayo Lues dan grup Gayologi yang fokus diskusi [ada wilayah adab dan akhlaq, intinya dapat disimpulkan bahwa makna hidup itu bermula dari sebuah visi kehidupan kehidupan itu sendiri, harapan dan tujuan hidup itu sendiri yang menjadi alasan kenapa individu itu harus mempertahankan hidup. Jadi, tujuan hidup itu dapat dipetakan, meliputi; (1) meningkatkan kualitas hidup, (2) mencapai keseimbangan dalam menjalani proses hidup, yakni kesimbangan dengan Tuhan sang Pencipta, keseimbangan dengan Alam dan Lingkungan, dan Keseimbangan dengan sesama manusia serta lingkungan, (3) memberikan kontribusi kepada Masyarakat dan lingkungan agar kehidupan itu sendiri dapat bermanfaat dan berharga bagi diri sendiri dan orang lain, (4) mengembangkan dan berbagi keahlian dengan yang lain, agar yang juga dapat menikmati hidup dari keterampilan yang dibagi, artinya tidak egois.

 Kemudian untuk menggapai tujuan dari kehidupan, ini butuh proses dengan tahap-bertahap, baik pelaksanaan prosesnya baik juga hasil yang didapat. Untuk mencapai tujuan hidup tersebut dapat ditempuh dengan Tindakan bukan dengan hanya teoritis, ada pun tindakan-tindakan yang dilakukan adalah, seperti; (1) tidak perlu bercita-cita muluk-muluk, cukup sederhana tetapi diimani atau dilaksanakan, (2) tidak terlalu ambisius terhadap sesuatu yang diinginkan, tetapi tetap fokus kepada kebutuhan yang tidak over, artinya sesuaikan dengan kemampuan, analoginya “Jangan pakai pakaian yang size (ukuran)nya di luar ukuran badan kita, (3) belajar dari masa lalu atau dari pengalaman-pengalaman terdahulu agar tidak terjerumus ke dalam lobang yang sama dan agar terhindar dari orang-orang yang bersifat munafik, penghianat dan pendengki, dan yang terakhir (4) berkarya terus walaupun itu kecil menurut kita dengan niat dan tujuan demi untuk kebaikan dunia akhirat, walaupun dalam prosesnya itu dispelekan oleh orang yang iri, cemburu, orang pendengki dan lainnya.

 Merujuk pada pengkajian Fransiskus Yafmat (2022, dalam artikel yang berjudul “Makna Hidup Manusia menurut Aristoteles dan Victor Frankl”) mereka menjelaskan tentang pendapat Aristoteles, bahwa tujuan atau makna tertinggi manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia/happiness/well-being), keadaan objektif yang tidak tergantung pada perasaan subjektif. Perlu diketahui bahwa kebahagiaan mengandung ciri kesempurnaan dan mempunyai jiwa (daimôn) yang baik. Kemudian, beliau melanjutkan pendapatnya dengan term, yakni “kebahagian kita tergantung pada diri kita sendiri”.

 Ditilik dari dasar maksud atas ungkapan kebahagian dalam konteks ini adalah kebahagian yang tidak mengganggu, artinya jangan capai kebahagian itu, tetapi orang lain tersiksa, jangan cari kebahagian itu di atas penderitaan orang lain, tetapi gapailah kebahagian itu dengan tidak menyakiti satu pun dan inilah kehidupan yang berharga dan bermanfaat. Tentunya untuk menggapai hal ini kita butuh membangun ke-tiga keseimbangan yang tersebut di atas, yakni memperkuat hubungan dengan Tuhan (sang Pencipta), memperkuat hubungan dengan sesama manusia, dan memperkuat hubungan kita dengan lingkungan (juga mahluk di dalamnya) dan juga alam sekitar kita. Ke-tiga aspek ini akan dapat membuat eksitensi diri lebih bermanfaat dan berharga bagi yang lain dan inilah tujuan hidup yang sebenarnya hidup, jika ditinjau dari pendapat Aries Toteles tersebut di atas.

 Untuk mencapai kebahagian dalam hidup wajib harus menghargai proses, bukan dari prodak, tidak mungkin prodak itu ada jika tidak ada proses, dan tidak mungkin prodak itu baik jika prosesnya tidak baik. Pencapaian kebahagian yang hakiki adalah kebahagian yang siap dan mampu menghargai proses yang baik. Jadi jika ada yang merusak proses pencapaian tersebut dan mereka bahagia, ini masuk ke dalam kategori individu atau kelompok yang tidak menghargai proses, dan kebahagian yang mereka dapat adalah kebahagian yang semu, yakni mereka senang tetapi orang lain yang menderita, jangan pernah menyebut itu amal, jika itu hanya sekedar konvensasi dalam melindungi diri agar tidak disalahkan.

 Menurut Achmadi 2005: 61-63 (dalam Imam Nasaruddin, artikel yang berjudul “Konsep Kehidupan Dunia”, kajian beliau daalam Perspektif Teologi Pendidikan, beliau menerangkan bahwa tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia beribadah kepada Allah SWT, hal ini sesuai denga isi dan makna Qur’an Surah Az-Zariyat, ayat 56, yang artinya; “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” Ditilik dari konsef Islam sendiri bahwa hidup per-indevidu itu tidak terlepas dari pengabdian dalam bentuk ibadah kepada Allah SWT. Artinya, apa pun aktivitas kita di atas bumi ini wajib bernilai ibadah, terlepas dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau dilarang oleh Allah. Pesan Allah di dalam ayat ini bukan hanya sekedar digembar-gemborkan atau dihafal semata, tetapi ayat surah Az-Zariyat ayat 56 ini merupakan perintah praktis untuk diImani dan diamalkan. Jika hanya dihafal tidak diamalkan ini masuk ke dalam golongan orang-orang yang sombong dan angkuh yang menolak kebenaran hakiki. Kemudian, jika hanya digembar-gemborkan tidak diamalkan walau pun kita seorang ulama, ini kita masuk ke dalam kategori ulama yang munafik, yakni ulama yang tidak sesuai perkataan dengan perilaku dan tindakannya.

 Pencapaian tujuan hidup yang relevan dengan pesan Allah SWT dan pendapat dari pakar-pakar tersebut adalah bentuk proses untuk mencapai kebahagian yang absolutely absolut. Dan, kebahagian yang dicapai melalui proses ini adalah bentuk proses yang disarankan oleh sang Pencipta dan kebahagian yang murni, yakni yang dapat membangun kebahagian dunia juga akherat kelak.

 Jangan hancurkan kehidupan orang lain dalam mencapai kebahagian diri dan kelompok, hal ini masuk ke dalam kelas pecundang dan kaum perusak pesan Allah, salah satunya yang terdapat dalam Qur’an Surah Az-Zariyat ayat 56, dan mereka-mereka itu adalah penghianat Allah, selanjutnya, jika ini terjadi Allah akan muska terhadap orang-orang tersebut, siapa pun mereka.

Semoga Allah selalu membimbing kita di jalan yang lurus dan Benar, Amin YRA.
Kerenem ni Gayology
Kerenem ni Gayology Gayology merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang kegayoan

Posting Komentar untuk "MENCAPAI KEBAHAGIAAN HIDUP Oleh Dr. Joni MN, M.Pd., B.I."