Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Konsef "al hisbah" dalam budaya gayo oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I

"SALAH BERTEGAH BENAR BERPAPAH"
Ungkapan ini merupakan norma dalam adat Gayo yang relevan dengan konsef Islam, yakni amar ma'ruf nahi mungkar. Pada suku Gayo Islam dan Adat tidak dapat terpisahkan hal ini ibarat sifat dengan zat dan sebaliknya zat dan sifat.
    Ungkapan ini merupakan bentuk ungkapan penegasan dalam bentuk mengingatkan kita, agar berbuat baik disaat membenarkan yang salah, tegakan dan ikuti serta dukung kebaikan dan kebenaran. Artinya, menegakan kebaikan dan memperbaiki yang salah bukan dengan cara merusak dan dengan cara yang tidak baik.
    Penegakan kebaikan dan mendukung kebenaran telah Allah SWT tegaskan dalam al-Qur'an Surah Ali Imran , ayat 104 yang artinya:
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung."

"SALAH BERTEGAH BENAR BERPAPAH" dalam konsef Islam istilah ini masuk kedalam kajian fiqh yang dapat disebut dengan al Hisbah. Perintah yang ditujukan kepada semua masyarakat untuk mengajak atau menganjurkan perilaku kebaikan dan mencegah perilaku buruk.
    Bagi umat Islam, "SALAH BERTEGAH BENAR BERPAPAH" adalah wajib, sebab syariat Islam memang menempatkannya pada hukum dengan level wajib. Dan siapa pun dari kita yang meninggalkannya, maka kita akan berdosa dan mendapatkan hukuman berupa siksa yang sangat pedih dan menyakitkan.
    Hendaklah REMALAN BERTUNGKET PERI BERABUN atau secara arti harfiah yakni "berjalan menggunskan tongkat berbicara tidak boleh blak-blaka, terapi intinya adalah yang menyuruh berbuat baik dan benahi yang mungkar (melarang berbuat jahat) tentu dikerjakan dengan cara yang baik. Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdoa dan tidak dikabulkan (doa mereka)." (HR. Abu Dzar).
    Cara memberikan nasihat kepada saudara kita yang berkemungkinan berbuat keliru atau salah, yakni dengan cara memanggilnya dan menasihatinya dengan kata-kata yang baik dan bijaksana.
Imam syafi’i berkata, “Barangsiapa menasehati saudaranya dengan sembunyi-sembunyi, berarti ia telah menasehati dan mengindahkannya. Barangsiapa menasehati dengan terang-terangan, berarti ia telah mempermalukan dan memburukkannya. (Shahih Muslim Bisyar An-Nawawi (2/24)).
    Mengajak pada kebaikan dan mencegah dari keburukan, pada dasarnya adalah tugas setiap orang beriman. Karakter orang-orang beriman ialah bekerja sama bahu-membahu dalam menegakkan kebenaran dan bersama-sama menghapuskan kebatilan. Hal itu mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan kita ini pasti ada aja golongan yang bekerja untuk mencegah perbuatan baik dan menyuruh perbuatan buruk.
    Islam mengajarkan pemeluknya untuk menolak kejahatan dengan cara yang baik. Artinya, seorang muslim tidak diperkenankan menolak kejahatan dengan cara yang berlebih-lebihan dan merusak, seperti menghina, mencaci dan menjelek-jelekkan pelaku dan tindakan yang merusak citra orang lainnya.

Dalam konteks ini Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an Surah Fussilat ayat 34 yang artinya:
"Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan an-tara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.”
    Yang pada intinya, untuk memperbaiki ketidak baikan itu harus dengan yang baik. Bukan dengan menegur kasar dan menasihatinya di depan.publik, yang demikian ini sama halnya si penegur atau orang menasihati mempermalukan objek tersebut di depan orang dan ia ingin menunjukan kepada orang banyak bahwa ia itu hebat (angkuh dan sombong) dan seolah-olah ia berkata "inilah hebatnya saya dan seterusnya". Orang yang demikian tidak tulus dan tidak karena Allah SWT dalam menegakan kebaikan, jika niatnya memang karena Allah SWT pasti tindakannya tidak merusak.

    Inilah yang dimaksud terminologi "SALAH BERTEGAH BENAR BERPAPAH" dalam budaya Gayo. Hindari kesalahan dalam memaknai ungkapan Peei Mestike (PM) Gayo, memaknainya punya pedoman tersendiri tidak cukup berdasarkam pengalaman saja, harus kontekstual (natural language) tidak dengan tekstual (used to), agar tidak mengkaburkan makna, tujuan dan maksud tuturannya.
Ditulis oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I
*Ketua Sekolah tinggi ilmu tarbiyah Al-Washliyah Takengon
*Linguis
Kerenem ni Gayology
Kerenem ni Gayology Gayology merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang kegayoan

Posting Komentar untuk "Konsef "al hisbah" dalam budaya gayo oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I"