Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TUTUR WUJUD PENGHARGAAN PERSPEKTIF FILSAFAT ETIKA oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I

"TUTUR" pada masyarakat suku Gayo term ini dimaksud adalah sebutan dan panggilan kepada seseorang, baik bagi yang memiliki hubungan darah atau tidak serta ada juga karena sebab musabab. Sebutan dan panggilan terhadap seseorang ditentukan oleh status sosial antara satu dengan lainnya. Pada tahun 90-an sampai saat ini penempatan "tutur" ini tidak lagi sesuai seperti yang diharapkan oleh status sosial tersebut.

"TUTUR" dalam masyarakat suku Gayo difungsikan sebagai penghormatan, menghargai, mengetahui si "A" itu siapa dan dari pihak siapa dalam keluarga, dan si "B" itu siapa, saya memanggil ia dengan sebutan "lakun" atau "serinen" dan sebutan atau panggilan lain karena apa serta prosesnya bagaimana?. Ini yang wajib diketahui, agar tidak dinilai bahwa kita itu tidak beradat dan sering juga memberikan kepada yang melanggar norma "tutur" dalam hidupnya disebut "jis, jengkat, gere muedep" dll.

Pada era sekarang, fakta yang ditemui di lapangan, masyarakat suku Gayo kebanyakan tidak lagi memungsikan "tutur" secara efektif dan sesuai jalur status sosialnya. Bahkan yang sangat disayangkan "Tutur" itu saat ini sering berubah-rubah, ini terjadi bukan hanya kepada sesama yang memiliki hubungan darah saja, tetapi hal ini terjadi juga terhadap orang yang tidak memiliki hubungan darah juga (tutur tidak konsisten").

Sesuai dengan hasil pengamatan fakta lapangan sejak 5 september 2022 sampai dengan 28 November 2022 di beberapa tempat kerja, lembaga pendidikan dan di 2 kampung.

Yang di amati;
1). Generasi yang berusia 50 tahun ke bawah di masyarakat,
2). generasi yang memiliki posisi jabatan di pemerintah dan gelar yang tinggi. Dan
3). sebagai pendukung hasil pengamatan nantinya ikut diamati generasi yang berusia 60-an ke atas.

Dari hasil pengamatan tersebit sementara dapat disimpulkan bahwa perubahan tutur terjadi karena didorong oleh beberapa fakror, yakni;

1) adanya jabatan,
2) tingginya pendidikan,
3) kekayaan/ meningkatnya faktor ekonomi.

Secara psychologies perubahan "tutur" akibat ketiga faktor tersebut dasarnya adalah merasa diri sudah hebat, ego dan ingin diakui ia hebat.

Contoh perubahan "tutur", seperti awalnya memanggil "ama" setelah kedudukannya dan sudah merasa dirinya hebat berubah menjadi "abang dan/ atau bapak", panggilan sebelumnya "pun" dan lainnya setelahnya berubah lebih sering memanggil "wey" dan sebagainya.

Saat ini sering ditemui di lapangan, dan hal ini terjadi tidak hanya terhadap orang tidak memiliki hubungan darah saja, tetapi lebih dari itu hal perubahan ini juga banyak terjadi pada sesama yang ada hubungan darah atau jalur keluarga. Intinya sudah hilang rasa saling harga menghargai, penghargaan timbul di dalam diri seseorang karena ada sesuatu yang diharapkan. Tetapi di balik itu masih ada juga yang merubah dari yang biasa kearah yang lebih menghargai (contoh: bapak menjadi ama) dst.

Esensinya "tutur" ada pada suku Gayo agar mengetahui status sosial, seluk-beluk keluarga dan ekspresi murni sebagai penghargaan dan penghormatan kepada seseorang. Jika dikaji lebih banyak lagi fungsi dan mafaat lainnya apabila "tutur" diterapkan sesuai norma adat yang ada.
Ditulis oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I
Ketua STIT Al-Washliyah Aceh Tengah
Akademisi Budaya Gayo
Kerenem ni Gayology
Kerenem ni Gayology Gayology merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang kegayoan

Posting Komentar untuk "TUTUR WUJUD PENGHARGAAN PERSPEKTIF FILSAFAT ETIKA oleh Dr. Joni MN, M.Pd, B.I"